refleksi mingguan
2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan
Emosional
“Pendidikan Budi Pekerti berarti
pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri
Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan
pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan. Pembelajaran
budi pekerti( karakter) adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik.
Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran,
perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi
adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran,
halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”
Pendidikan berkarakter
adalah sistem penanaman nilai - nilai karakter atau kebaikan dalam diri
seseorang untuk diterapkan dalam tindakan atau perilaku sehari-hari, melalui
pembiasaan, nasehat, pengajaran dan bimbingan. Ada banyak strategi dalam
penanaman pendidikan berkarakter ini salah satunya dengan menerapkan
pembelajaran berdiferensiasi, Pembelajaran berdiferensiasi adalah
serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru
yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat
tersebut adalah yang terkait dengan:
- Kurikulum
yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi
bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga
muridnya.
- Bagaimana
guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.
Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan
sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang
berbeda.
- Bagaimana
mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid
untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar
yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa
akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
- Manajemen
kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas,
metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang
jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas
tetap dapat berjalan secara efektif.
- Penilaian
berkelanjutan. Bagaimana
guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian
formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang
masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu
mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
Pembelajaran
berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan
bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut,Mengidentifikasi atau
Memetakan Kebutuhan Belajar MuridTomlinson (2001) dalam bukunya yang
berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan
bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak
berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut
adalah:
- Kesiapan
belajar (readiness) murid
- Minat murid
- Profil
belajar murid
tombol dalam equalizer mewakili beberapa
perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan
murid.
2. Minat Murid
Minat merupakan suatu keadaan mental yang
menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang
menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa
tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai
berikut:
- membantu
murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka
sendiri untuk belajar;
- mendemonstrasikan
keterhubungan antar semua pembelajaran;
- menggunakan
keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari
ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;
meningkatkan motivasi
murid untuk belajar
3. PROFIL BELAJAR MURID
Profil belajar murid terkait dengan banyak
faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
- Preferensi terhadap
lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat
kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur, dsb.
Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb. - Pengaruh
Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
- Preferensi
gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu: - visual:
belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar,
menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic
organizer );
- auditori:
belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca
dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi,
mendengarkan musik);
- kinestetik:
belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh,
kegiatan hands on, dsb).
Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
- Preferensi
berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial,
musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.
Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru
untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid
dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang
dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:
- mengamati
perilaku murid-murid mereka;
- mengidentifikasi
pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan
topik yang akan dipelajari;
- melakukan
penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka
saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi
yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
- mendiskusikan
kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;
- mengamati
murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
- bertanya
atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
- membaca
rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari
guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
- berbicara
dengan guru murid sebelumnya;
- membandingkan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau
keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
- menggunakan
berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah
berada dalam level yang sesuai;
- melakukan
survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
- mereview
dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk
mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll. Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah
kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil
penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik
murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar
murid-muridnya.
Pembelajaran berdiferensiasi akan membuat
murid senang dan nyaman ketika belajar , murid menjadi semangat dan terus ingin
tahu hal apa lagi yang akan dia dapatkan dari pembalajaran di sekolah. Pembaiasaan
baik disekolah akan mendorong tumbuhnya karakter yang baik pada diri muird
membutuhkan pembelajaran sosial emosional. Apa itu Pembelajaran Sosial
Emosional . Pembelajaran Sosial
dan Emosional adalah pembelajaran
yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas
sekolah.Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan
sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
1. memberikan
pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)
2. menetapkan dan
mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
3. merasakan dan
menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
4. membangun dan
mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)
5. membuat
keputusan yang bertanggung jawab. (Keputusan bertanggung jawab)
1.
kesadaran diri
1. Mengajarkan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
2. Mengintegrasikan
Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya
interaksi dengan murid
3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi
sekolah terhadap murid
4. Mempengaruhi pola
pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.
Pendekatan SEL yang efektif
seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE
1. Sequential/berurutan:
Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk
mendorong
pengembangan keterampilan.
2. Active/aktif:
bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk
menguasai keterampilan dan sikap baru
3. Focused/fokus:
ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun personal
4. Explicit/eksplisit:
tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu
secara eksplisit.
Pendidikan Budi Pekerti
sebagai Dasar Pendidikan. Pendidikan Budi Pekerti yang disampaikan bapak
pendidikan bangsa Indonesia ki Hajar dewantara ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh
Daniel Goleman "OUT OF CONTROL EMOTIONS MAKE SMART PEOPLE STUPID".
Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
(dalam Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan
Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung,
terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan
kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.
Menurut kamus Oxford English
Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman,
sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup) adalah sebuah
kondisi individu yang memiliki sikap. Menurut Mcgrath & Noble,
2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang
optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik
yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki
ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat
dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.
Karakter bisa dibentuk
dengan pembiasaan yang rutin dilakukan di sekolah, penerapan 5 KSE dalam Pembelajaran sosial emosional akan
membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan .
Komentar
Posting Komentar