refleksi mingguan

 2.2.a.9. Koneksi Antar Materi - Pembelajaran Sosial dan Emosional

 


https://canva.me/8QcT6i8wqob


       “Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin dan lahir. Pembelajaran batin bersumber pada “Tri Sakti”, yaitu: cipta (pikiran), rasa, dan karsa (kemauan), sedangkan pembelajaran lahir yang akan menghasilkan tenaga/perbuatan.  Pembelajaran budi pekerti( karakter)  adalah pembelajaran jiwa manusia secara holistik. Hasil dari pembelajaran budi pekerti adalah bersatunya budi (gerak pikiran, perasaan, kemauan) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Kebersihan budi adalah bersatunya cipta, rasa, dan karsa yang terwujud dalam tajamnya pikiran, halusnya rasa, kuatnya kemauan yang membawa pada kebijaksanaan.”

Pendidikan berkarakter adalah sistem penanaman nilai - nilai karakter atau kebaikan dalam diri seseorang untuk diterapkan dalam tindakan atau perilaku sehari-hari, melalui pembiasaan, nasehat, pengajaran dan bimbingan. Ada banyak strategi dalam penanaman pendidikan berkarakter ini salah satunya dengan menerapkan  pembelajaran berdiferensiasi, Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut,Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar MuridTomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. 

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid
  2. Minat murid
  3. Profil belajar murid





tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid.

2. Minat Murid






Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                  

  • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;
  • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;
  • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;

meningkatkan motivasi murid untuk belajar

3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. 
    Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.  
  • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
  • Preferensi gaya belajar.
    Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:
    1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer ); 
    2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik); 
    3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
      Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
  • Preferensi berdasarkan kecerdasan  majemuk (multiple  intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika. 

Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:

  1. mengamati perilaku murid-murid mereka; 
  2. mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik  yang akan dipelajari;
  3. melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;
  4. mendiskusikan kebutuhan murid  dengan orang tua atau wali murid;
  5. mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;
  6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;
  7. membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;
  8. berbicara dengan guru murid sebelumnya;
  9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;
  10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang  sesuai;
  11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;
  12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll. Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.

Pembelajaran berdiferensiasi akan membuat murid senang dan nyaman ketika belajar , murid menjadi semangat dan terus ingin tahu hal apa lagi yang akan dia dapatkan dari pembalajaran di sekolah. Pembaiasaan baik disekolah akan mendorong tumbuhnya karakter yang baik pada diri muird membutuhkan pembelajaran sosial emosional. Apa itu Pembelajaran Sosial Emosional . Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah.Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuanketerampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

 


 Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan:

1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi (kesadaran diri)

2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)

3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)

5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (Keputusan bertanggung jawab)




1.      kesadaran diri


Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)  dapat dilakukan dengan 4 cara:

1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE)  secara spesifik dan eksplisit

2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru dan gaya interaksi dengan murid

3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid

4. Mempengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain dan lingkungan.

 

           Pendekatan SEL yang efektif seringkali menggabungkan empat elemen yang diwakili oleh akronim SAFE 

1. Sequential/berurutan:   Aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong                    pengembangan keterampilan.

 

2. Active/aktif: bentuk Pembelajaran Aktif yang melibatkan murid untuk menguasai keterampilan dan sikap baru

3. Focused/fokus: ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun  personal

4. Explicit/eksplisit: tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu secara eksplisit.

 

        

 

 

Pendidikan Budi Pekerti sebagai Dasar Pendidikan. Pendidikan Budi Pekerti yang disampaikan bapak pendidikan bangsa Indonesia ki Hajar dewantara  ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Daniel Goleman "OUT OF CONTROL EMOTIONS MAKE SMART PEOPLE STUPID". Maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

  (dalam Hawkins, 2017). Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup (Well-being) ekosistem sekolah.

     Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being (kesejahteraan hidup)  adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap.  Menurut Mcgrath & Noble, 2011, murid yang memiliki tingkat well-being yang optimum memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih baik, memiliki ketangguhan (daya lenting/resiliensi) dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab.

Karakter  bisa dibentuk dengan pembiasaan yang rutin dilakukan di sekolah, penerapan 5 KSE  dalam Pembelajaran sosial emosional akan membantu siswa untuk mencapai tujuan pendidikan .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

disiplin positif

1.4.a.4. Eksplorasi Konsep - Budaya Positif

MENGAMBIL KEPUTUSAN YANG BERTANGGUNG JAWAB